MAKALAH PANCASILA
“PERBANDINGAN IDEOLOGI ”
Oleh : Kelompok 4 (PCL.21)
Ketua : (091810101001) Galuh Pradiatama
Anggota :
1.
(091810101009) Bram Maulana Sidik
2.
(091810101038) Primada Setya P H I
3.
(122410101013) Esa Nur Faizah
4.
(122410101014) Ratna Suryani
5.
(122410101016) Seftya Candra E
6.
(122410101017) Dellia Triani
7.
(122410101026) Siti Nurhidayatul Mahmuda
8.
(122410101027) Jarwati
TAHUN AJARAN
2012/2013
UNIVERSITAS
JEMBER
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................. i
DAFTAR ISI
.............................................................................. ii
KATA PENGANTAR
................................................................ iii
BAB
I PENDAHULUAN................................................................
1
1.1.
Latar belakang masalah........................................................ 1
1.2. Rumusan masalah ............................................................ 1
1.3 Tujuan ............................................................................
2
1.4 Manfaat................................................................................
2
BAB
II PEMBAHASAN.................................................................
3
2.1
Pengertian Ideologi Pancasila ............................................. 3
2.2 Dimensi Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka.................... 6
2.3 Negara Pancasila .................................................................. 8
2.4 Perbandingan Pancasila dengan Ideologi
Lainnya.......... 18
BAB
III PENUTUPAN...................................................................
31
3.1 Kesimpulan.........................................................................
31
3.2 Saran....................................................................................
31
HASIL
DISKUSI.............................................................................. 32
DAFTAR
PUSTAKA ................................................................ 43
Kata
Pengantar
Puji
Syukur kami Panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT atas curahan nikmat dan karunia-Nya Sholawat serta Salam semoga
tetap terlimpahkan pada junjungan besar Nabi Muhammad SAW .
Alhamdulillah , Tugas Makalah mata kuliah Pancasila sudah kami
selesaikan dengan tuntas dan sudah sesuai dengan SKS yang sudah ada, serta
bimbingan dan pembenaran dari Dosen Pancasila kita sehingga makalah ini dapat
terselesaikan dengan tepat waktu .
Serta
ucapan terima kasih pada teman – teman yang sudah meluangkan waktunya untuk
menyelesaikan makalah ini . Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang
membacanya .
Akhirnya
kami menyadari segala kekurangan yang melekat pada makalah kelompok kami ini .
Untuk itu perlu kritikan dan saran bagi teman – teman demi makalah kelompok
kami.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Sebagai
dasar Negara Indonesia Pancasila memegang peranan penting dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Pancasila pada hakikatnya merupakan hasil penuangan
atau pemikiran seseorang atau sekelompok orang. Pancasila diangkat dari nilai –
nilai adat istiadat kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam
pandangan hidup masyarakat Indonesia. Melalui pendidikan Pancasila warga Negara
Republik Indonesia diharapkan mampu memahami, menganalisis dan menjawab masalah
– masalah yang dihadapi oleh masyarakat bangsanya secara berkesinambungan dan
konsisten dengan cita – cita dan tujuan nasional seperti digariskan di dalam
pembukaan UUD 1945.
Pancasila
merupakan ideologi Bangsa Indonesia. Dengan pedoman Pancasila para pedahulu
kita bisa mempersatukan berbagai golongan dan kelompok yang ada di dunia.
Selain ideologi Pancasila, masih ada banyak ideologi lain yang berkembang di
dunia antara lain yaitu ideologi Liberalisme, Kapitalisme, Komunisme,
Sosialisme, dll. Semua ideologi tersebut memiliki banyak perbedaan dengan ideologi
Pancasila. Selain itu, Pancasila merupakan dasar dari Negara Republik Indonesia
dan yang lebih dikenal sebagai Negara Pancasila yang memiliki kriteria-kriteria
khusus yang berbeda dengan Negara lainnya. Maka dari itu makalah ini akan
membahas tentang ideologi pancasila, macam-macam ideologi serta perbedaan
ideologi Pancasila dengan beberapa ideologi lainnya yang berkembang di dunia
dan kriteria-kriteria yang dimiliki oleh Negara Pancasila.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah ideologi Pancasila itu?
2. Apa saja macam – macam
ideologi yang ada?
3. Bagaimana perbedaan pancasila dengan
ideologi lain?
4. Apa yang di sebut dengan Negara
Pancasila?
1.3 Tujuan
·
Mengetahui
pancasila sebagai ideologi bangsa
·
Mengetahui
berbagai macam ideologi lain
·
Mengetahui
perbedaan ideologi pancasila dengan ideologi lain
·
Mengetahui
kriteria yang ada pada Negara Pancasila
1.4 Manfaat
Makalah
ini mencakup manfaat teoritis dan praktis. Manfaat teoritis yaitu memperkaya
khasanah pengetahuan tentang berbagai ideologi yang ada di dunia. Manfaat praktis
yaitu dengan adanya makalah ini dapat memberikan banyak informasi kepada
masyarakat luas dan pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya tentang
perbedaan Pancasila dengan ideologi lain.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN IDEOLOGI PANCASILA
Pancasila sebagai dasar filsafat
serta ideologi bangsa dan negara Indonesia, bukan terbentuk secara mendadak
serta tidak hanya diciptakan oleh seseorang melainkan terbentuknya melalaui
proses yang cukup panjang dalam sejarah bangsa Indonesia. Ditinjau dari
kausalitasnya, asal mula Pancasila dibedakan menjadi dua macam yaitu, asal mula
yang langsung dan asal mula yang tidak langsung. Asal mula yang langsung
tentang Pancasila adalah asal mula yang langsung terjadinya Pancasila sebagai dasar
filsafat Negara yaitu asal mula yang sesudah dan menjelang proklamasi
kemerdekaan. Asal mula tidak langsung Pancasila adalah asal mula sebelum
proklamasi kemerdekaan yang terdapat pada kepribadian serta dalam pandangan
hidup sehari-hari bangsa Indonesia.[1]
Istilah ideologi berasal dari kata
‘idea’ yang berarti “gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita’ dan ‘lagos’
yang berarti ‘ilmu’. Kata ‘idea’ berasal dari kata bahasa Yunani ‘eidos’
yang berarti ‘bentuk’. Di samping itu ada kata ‘idein’ yang
artinya ‘melihat’. Maka secara harafiah, ideologi berarti ilmu
pengertian-pengertian dasar. Dalam pengertian sehari-hari, ‘idea’
disamakan artinya dengan ‘cita-cita’. Cita-cita yang dimaksud adalah
cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan dasar, pandangan atau
faham. Memang pada hakikatnya, antara dasar dan cita-cita itu sebenarnya dapat
merupakan satu kesatuan. Dasar ditetapkan karena atas suatu landasan, asas atau
dasar yang telah ditetapkan pula. Dengan demikian ideologi mencangkup pengertian
tentang idea-idea, pengertian dasar, gagasan dan cita-cita.[2]
Menurut AL Marsudi ideologi berasal
dari kata Yunani yaitu idein yang berarti melihat, atau idea yang
berarti raut muka, perawakan, gagasan, buah pikiran, dan kata logia yang
berarti ajaran. Dengan demikian ideologi adalah ajaran atau ilmu tentang
gagasan dan buah pikiran atau science des ideas.
Menurut Marxisme ideologi diartikan sebagai pandangan hidup yang dikembangkan
berdasarkan kepentingan golongan atau kelas sosial tertentu dalam bidang poltik
atau sosial.
Puspowardoyo (1992) menyebutkan bahwa ideologi dapat dirumuskan sebagai komplek
pengetahuan dan nilai yang secara keseluruhan menjadi landasan bagi seseorang
atau masyarakat untuk memahami jagad raya dan bumi seisinya serta menentukan
sikap dasar untuk mengolahnya.
Franz
Magnis-Suseno (1992) menerangkan bahwa pada
prinsipnya terdapat tiga arti utama dari kata ideologi, yaitu (1) ideologi
sebagai kesadaran palsu; (2) ideologi dalam arti netral; dan (3) ideologi dalam
arti keyakinan yang tidak ilmiah. Ideologi dalam arti yang pertama, yaitu sebagai
kesadaran palsu biasanya dipergunakan oleh kalangan filosof dan ilmuwan sosial.
Ideologi adalah
teori-teori yang tidak berorientasi pada kebenaran, melainkan pada kepentingan
pihak yang mempropagandakannya. Ideologi juga dilihat sebagai sarana kelas atau
kelompok sosial tertentu yang berkuasa untuk melegitimasikan kekuasaannya. Arti
kedua adalah ideologi dalam arti netral. Dalam hal ini ideologi adalah
keseluruhan sistem berpikir, nilai-nilai, dan sikap dasar suatu kelompok sosial
atau kebudayaan tertentu. Arti kedua ini terutama ditemukan dalam negara-negara
yang menganggap penting adanya suatu “ideologi negara”. Disebut dalam arti
netral karena baik buruknya tergantung kepada isi ideologi tersebut. Arti
ketiga, ideologi sebagai keyakinan yang tidak ilmiah, biasanya digunakan dalam
filsafat dan ilmu-ilmu sosial yang positivistik. Segala pemikiran yang tidak
dapat dibuktikan secara logis-matematis atau empiris adalah suatu ideologi.
Segala masalah etis dan moral, asumsi-asumsi normatif, dan pemikiran-pemikiran
metafisis termasuk dalam wilayah ideologi.
Dari tiga arti
kata ideologi tersebut, ideologi dalam arti netral wujudnya ditemukan dalam
ideologi negara atau ideologi bangsa. Di sini, Ideologi
merupakan seperangkat prinsip pengarahan yang dijadikan dasar serta memberikan
arah dan tujuan untuk dicapai di dalam melangsungkan dan mengembangkan hidup
dan kehidupan suatu bangsa dan negara. Hal ini sesuai
dengan pembahasan Pancasila sebagai ideologi negara Republik Indonesia. Jadi ideologi dapat kita artikan
sebagai suatu gagasan dan buah pikiran yang dikembangkan secara keseluruhan
yang tersusun sistematis untuk mewujudkan tujuan dan cita- cita suatu Negara. [3]
Apabila ditelusuri secara
historisistilah ideologi pertama kali dipakai dan dikemukakan oleh seorang
perancis, Destutt de Tracy, pada tahun 1796. Seperti halnya Leibniz, de Tracy
mempunyai cita-cita untuk membangun suatu sistem pengetahuan. Apabila Leibniz
menyebutkan impiannya sebagai “one great system of truth”, dimana
tergabung segala cabang ilmu dan segala kebenaran ilmiah, maka de Tracy
menyebutkan “ideologie”, yaitu”science of ideas”, suatu program
yang diharapkandapat membawa perubahan institusional dalam masyarakat perancis.
Namun Napoleon mencemoohkan-nya sebagai suatu khayalan belaka, yang tidak
mempunyai artipraktis. Hal semacam itu hanya impian belaka yang tidak akan
menemukan kenyataan.
Maka ideologi Negara dalam arti
cita-cita Negara atau cita-cita yang menjadi basis bagi suatu teori atau sistem
kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa yang bersangkutan pada hakikatnya
merupakan asas kerohaniannya yang antara lain memiliki ciri sebagai berikut:
a)
Mempunyai
derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan.
b)
Mewujudkan
suatu asas kerohanian, pandangan dunia, pandangan hidup, pedoman hidup,pegangan
hidup yang dipelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarikan kepada generasi
berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban.[4]
2.2 DIMENSI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA
Ideologi terbuka, merupakan suatu
pemikiran yang terbuka. Ciri-cirinya: bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak
dapat dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari moral, budaya
masyarakat itu sendiri; dasarnya bukan keyakinan ideologis sekelompok orang,
melainkan hasil musyawarah dari konsensus masyarakat tersebut; nilai-nilai itu
sifatnya dasar, secara garis besar saja sehingga tidak langsung operasional.
Fungsi utama ideologi dalam masyarakat
menurut Ramlan Surbakti (1999) ada dua, yaitu: sebagai tujuan atau cita-cita
yang hendak dicapai secara bersama oleh suatu masyarakat, dan sebagai pemersatu
masyarakat dan karenanya sebagai prosedur penyelesaian konflik yang terjadi
dalam masyarakat.
Pancasila sebagai ideologi
mengandung nilai-nilai yang berakar pada pandangan hidup bangsa dan falsafat
bangsa. Dengan demikian memenuhi syarat sebagai suatu ideologi terbuka.
Sumber semangat yang menjadikan
Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah terdapat dalam penjelasan UUD 1945:
“terutama bagi negara baru dan negara muda, lebih baik hukum dasar yang
tertulis itu hanya memuat aturan-aturan pokok, sedangkan aturan-aturan yang
menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang lebih
mudah caranya membuat, mengubah dan mencabutnya.
Ideologi
terbuka hanya berisi orientasi dasar, sedangkan penerjemahannya ke dalam
tujuan-tujuan dan norma-norma sosial-politik selalu dapat dipertanyakan dan
disesuaikan dengan nilai dan prinsip moral yang berkembang di masyarakat.
Operasional cita-cita yang akan dicapai tidak dapat ditentukan secara apriori,
melainkan harus disepakati secara demokratis. Dengan sendirinya ideologi
terbuka bersifat inklusif, tidak totaliter dan tidak dapat dipakai melegitimasi
kekuasaan sekelompok orang. Ideologi terbuka hanya dapat ada dan mengada dalam
sistem yang demokratis.
Sebagaimana
yang dikemukakan oleh Alfian (BP7 Pusat,1991 : 192), Pancasila telah memenuhi
syarat sebagai ideologi terbuka khususnya di Negara Republik Indonesia. Sebagai
ideologi terbuka Pancasila memberikan orientasi ke depan, mengharuskan
bangsanya untuk selalu menyadari situasi kehidupan yang sedang dan akan
dihadapinya, terutama menghadapi globalisasi dan era keterbukaan dunia dalam
segala bidang. Pancasila sebagai ideologi terbuka memiliki dimensi –
dimensi antara lain, dimensi relistis, dimensi idealistis, dan dimensi normatif
atau fleksibilitas.
1)
Dimensi Realitis
Merupakan suatu ideologi yang harus
mampu mencerminkan realitas yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat.
Artinya bahwa nilai-nilai yang terkandung didalam ideologi itu bersumber dari
nilai-nilai riil yang hidup di dalam masyarakat Indonesia, terutama pada waktu
ideologi itu lahir, sehingga mereka betul-betul merasakan dan menghayati bahwa
nilai-nilai dasar itu adalah milik mereka bersama. Nilai-nilai itu benar-benar
telah dijalankan, diamalkan, dan dihayati sebagai nilai dasar bersama. Pancasila mengandung sifat dimensi
realitas ini dalam dirinya.
2)
Dimensi Idealistis
Merupakan nilai-nilai dasar yang
terkandung di dalam pancasilayang bersifat sistematis, rasional dan menyeluruh,
yakni hakikat nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila pancasila yaitu
Ketuhanan, kemanusian, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Artinya bahwa suatu
Ideologi perlu mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Ideologi tidak sekedar
mendeskripsikan atau menggambarkan hakikat manusia dan kehidupannya, namun juga
memberi arah pedoman masyarakat dan sekaligus memberi arah pedoman yang ingin
dituju oleh masyarakat tersebut. Pancasila
bukan saja memenuhi dimensi idealisme ini tetapi juga berkaitan dengan dimensi
realitas.
3)
Dimensi Normatif atau Fleksibilitas
Merupakan nilai-nilai yang
terkandung dalam pancasila perlu dijabarkan dalam suatu sistem norma,
sebagaimna terkandung dalam norma-norma kenegaraan. Artinya bahwa ideologi
memiliki kehidupan yang memungkinkan untuk pengembangan pemikiran-pemikiran
baru yang relevan tentang dirinya tanpa menghilangkan atau mengingkari hakikat
dan jati diri yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya. Ideologi itu memberikan penyegaran,
memelihara dan memperkuat relevansinya dari waktu ke waktu sehingga bebrsifat
dinamis, demokrastis. Pancasila memiliki dimensi fleksibilitas karena
memelihara, memperkuat relevansinya dari masa ke masa. Sehingga dengan sifat fleksibel
tersebut ideologi Pancasila akan tetap aktual dan mampu mengantisipasi tuntutan
perkembangan zaman.[5]
2.3
NEGARA PANCASILA
Seperti apa negara Pancasila? Dunia
sebenarnya ingin melihat wujud konkret negara dengan ideologi unik itu. Beban
terbesar pada negara Indonesia untuk membuktikan bahwa ideologi itu bukan hanya
bagus dalam rumusan.
Dalam praktiknya, Indonesia lebih
akrab dengan definisi "bukan negara agama, juga bukan negara
sekuler". Definisi sempit tersebut hanya melihat Pancasila dalam kerangka relasi
antara agama dan negara. Bahkan, definisi neither-nor itu menjadi apologi
penguasa dan sesungguhnya tidak operasional. Menyikapi kegagalan negara untuk
memperbaiki kondisi sosial-ekonomi masyarakat dengan pencapaian terukur,
pemerintah berkilah bahwa pencapaian dunia akhirat juga penting. Menyikapi
gangguan dari ekstremis agama, pemerintah menegaskan bahwa Indonesia bukan
negara agama. Watak sekuler negara ditonjolkan dengan konstitusi yang tidak
didasarkan pada suatu agama dan juga dengan keterbukaan terhadap modernitas.
Pancasila
sebagai Dasar Negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia telah diterima
secara luas dan telah bersifat final. Hal ini kembali ditegaskan dalam
Ketetapan MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan
Pancasila sebagai Dasar Negara jo Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 tentang
Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002. Selain itu Pancasila sebagai
dasar negara merupakan hasil kesepakatan bersama para Pendiri Bangsa yang
kemudian sering disebut sebagai sebuah “Perjanjian Luhur” bangsa Indonesia.
Dari
kronik sejarah setidaknya ada beberapa rumusan Pancasila yang telah atau pernah
muncul. Rumusan Pancasila yang satu dengan rumusan yang lain ada yang berbeda
namun ada pula yang sama. Secara berturut turut akan dikemukakan rumusan dari
Muh Yamin, Sukarno, Piagam Jakarta, Hasil BPUPKI, Hasil PPKI, Konstitusi RIS,
UUD Sementara, UUD 1945 (Dekrit Presiden 5 Juli 1959), Versi Berbeda, dan Versi
populer yang berkembang di masyarakat.
Pada
sesi pertama persidangan BPUPKI yang dilaksanakan pada 29 Mei – 1 Juni 1945
beberapa anggota BPUPKI diminta untuk menyampaikan usulan mengenai bahan-bahan
konstitusi dan rancangan “blue print” Negara Republik Indonesia yang akan
didirikan. Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr.Muhammad Yamin menyampaikan usul dasar
negara dihadapan sidang pleno BPUPKI baik dalam pidato maupun secara tertulis yang
disampaikan kepada BPUPKI.
Rumusan Pancasila yang dikemukakan oleh Ir. Soekarno
, diantaranya :
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme,-atau peri-kemanusiaan
3. Mufakat,-atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial
5. ke-Tuhanan yang berkebudayaan
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme,-atau peri-kemanusiaan
3. Mufakat,-atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial
5. ke-Tuhanan yang berkebudayaan
Rumusan rancangan Pancasila menurut Piagam Jakarta
yang beredar di masyarakat adalah:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan terdapat dalam lampiran Tap
MPR No II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(Ekaprasetya Pancakarsa)
1. Ketuhanan Yang Maha Esa,
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.[6]
1. Ketuhanan Yang Maha Esa,
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.[6]
Di Indonesia, nasionalisme Islam melahirkan
Pancasila sebagai ideologi negara. Digantinya sila pertama Piagam Jakarta
“Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya” menjadi
“Ketuhanan Yang Maha Esa” pada sidang PPKI 18 Agustus 1945 merupakan bagian
terpenting dari kesadaran nasionalisme umat Islam secara kolektif. Bung Karno
adalah pencetus Pancasila dan menjadikannya sebagai ideologi negara.
Mayoritas umat Islam Indonesia menilai
tidak ada pertentangan antara Islam dan negara Pancasila. Namun demikian, tidak
sedikit pula yang beranggapan bahwa Islam dan pancasila tidak dapat
berdampingan sebagai ideologi dan keyakinan. Terbentuknya organisasi Darul
Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) yang belakangan bermetamorfosa menjadi
gerakan Negara Islam Indonesia (NII) adalah fakta sejarah bahwa nasionalisme
mereka masih bersifat sektarian. Alih-alih memupuk nasionalisme, yang terjadi
jurteru adalah mereka menginginkan negara dalam negara dengan menjadikan Islam
sebagai ideologi yang bersifat trans-nasional.
Sebagian kelompok muslim yang coba
mempertentangkan antara Pancasila dengan islam kiranya termasuk muslim yang tak
mampu memahami ajaran pancasila secara utuh (kaffah). Bukankah sila-sila yang
terangkum dalam Pancasila merupakan bagian dari ajaran-ajaran Islam, mulai dari
nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, keadilan, dan persaudaraan universal?
Pancasila adalah falsafah negara Indonesia yang mencerminkan kondisi bangsa
kita sangat plural, baik dari segi agama, suku, budaya, dan sebagainya.
Maka tak heran bila Gus Dur, sebagaimana
dikutip Nur Khalik Ridwan dalam Gus Dur dan Negara Pancasila (2010: 43)
menegaskan: “Tanpa Pancasila negara akan bubar. Pancasila adalah seperangkat
asas dan ia akan ada selamanya. Ia adalah gagasan tentang negara yang harus
kita miliki dan kita perjuangkan. Dan Pancasila ini akan saya pertahankan
dengan nyawa saya. Tidak peduli apakah ia akan dikebiri oleh angkatan
bersenjata atau dimanipulasi oleh umat Islam, atau disalahgunakan keduanya.”
Dari paparan di atas menjadi jelas bahwa
tidak ada pertentangan antara Islam dan nasionalisme bukan sesuatu yang
bertentangan. Nilai-nilai nasionalisme ada dalam ajaran Islam. Nasionalisme
Islam tidak sebatas dilandasi oleh tanggungjawab sosial berbasis pada geografis
dan etnis, melainkan lebih didasari pada keimananan dan kecintaan atas sesama
umat manusia.
Nasionalisme Islam Indonesia bermakna luas,
tidak bersifat sektarian sebagaimana diteriakkan kelompok muslim yang
menginginkan Islam sebagai Ideologi Negara. Nasionalisme Islam Indonesia
dilandaskan pada asas kebhinekaan. Karenanya, umat Islam yang nasionalis
tentunya akan menerima Pancasila sebagai satu-satunya dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
PROBLEM MANCA NEGARA.
Identitas negara yang serba negatif
itu membuat gerak Indonesia berayun di antara dua ideologi, tidak bergerak maju
membawa bangsa keluar dari jerat kemiskinan dan korupsi. Tanpa Pancasila, Indonesia
tidak memiliki cita-cita untuk diperjuangkan bersama. Sejatinya, Pancasila
adalah soal perjuangan. Untuk itu, penyelenggara dan warga negara harus
Pancasilais.
Kelalaian bersama selama ini adalah
melihat Pancasila hanya sebagai dasar negara. Negara dilihat sebagai sebuah
bangunan statis. Dengan tersedianya fondasi negara, seolah-olah selesai juga
bangunan bernama Indonesia. Namun, Driyarkara memandang negara sebagai entitas
politik yang dinamis, bagian dari aktivitas manusia dalam menegara. Negara
Indonesia harus menegara bersama Pancasila.
Dalam perspektif menegara, kokoh tidaknya bangunan Indonesia bergantung pada seberapa jauh Pancasila menjadi ideologi yang hidup, terinternalisasi dalam perilaku penyelenggara dan warga negara. Begitulah Pancasila merupakan imperatif kategoris (norma) menegara. Saat gonjang-ganjing bahwa Pancasila sudah ditinggalkan, pemerintah hanya melihatnya sebagai masalah sosialisasi dan kurikulum sekolah. Pancasila menjadi lebih sering tersua di media massa dan disebut-sebut dalam berbagai forum. Krisis ideologi yang begitu serius dan telah menelan korban jiwa dianggap selesai hanya dengan sosialisasi dan revisi kurikulum.
Dalam perspektif menegara, kokoh tidaknya bangunan Indonesia bergantung pada seberapa jauh Pancasila menjadi ideologi yang hidup, terinternalisasi dalam perilaku penyelenggara dan warga negara. Begitulah Pancasila merupakan imperatif kategoris (norma) menegara. Saat gonjang-ganjing bahwa Pancasila sudah ditinggalkan, pemerintah hanya melihatnya sebagai masalah sosialisasi dan kurikulum sekolah. Pancasila menjadi lebih sering tersua di media massa dan disebut-sebut dalam berbagai forum. Krisis ideologi yang begitu serius dan telah menelan korban jiwa dianggap selesai hanya dengan sosialisasi dan revisi kurikulum.
Problem serius Indonesia sekarang
adalah mati surinya ideologi. Pancasila diabaikan dalam menyusun kebijakan dan
perilaku politik. Ketika negara tidak Pancasilais, rakyatlah yang pertama-tama
menderita. Cukup banyak rakyat menjadi korban kekerasan karena penguasa tidak
tegas memihak kemanusiaan yang adil dan beradab, terutama mereka yang lebih
lemah. Negara hanya menjadi pemadam kebakaran sosial atau, lebih buruk lagi,
penonton.
Oleh karena itu, warga pun sulit
melihat relevansi langsung antara ideologi dan kenyataan hidup sehari-hari.
Publik apatis dengan kesaktian Pancasila, yang seolah-olah hanya sakti untuk
menghadapi komunisme pada masa lampau. Bersaing dengan fundamentalisme pasar
dan fundamentalisme agama, Indonesia termasuk negara yang mudah berada dalam
cengkeraman (soft country) kapitalisme global dan paham keagamaan
transnasional.[7]
NEGARA YANG MENGELAK
Pancasila sebenarnya cukup ampuh
menangkal ideologi asing sebab nilai-nilainya diangkat dari kultur bangsa.
Namun, mengacu Driyarkara, Pancasila tidak boleh hanya berhenti pada
nilai-nilai luhur (ideifikasi), tetapi harus diperjuangkan menjadi konkret
(idealisasi). Pancasila tidak boleh berhenti pada tataran ide, tetapi harus
menjadi cita-cita bersama.
Tanpa ideologi yang asertif,
Indonesia sulit membendung penetrasi ideologi asing yang membuat Indonesia
terpuruk dan sulit bangkit menjadi bangsa besar. Kita tetap akan dibicarakan
sebagai negeri kaya dan bangsa yang berpotensi menjadi besar. Namun, kita tidak
menjadi bangsa yang tangguh dan berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa maju.
Oleh karena itu, menjadi Pancasilais
bukanlah imbauan moral seperti imbauan dalam agama. Pancasila bukan agama,
meski juga tidak bertentangan, melainkan imperatif kategoris bernegara dan
berbangsa. Bangsa Indonesia harus menjadi besar bukan karena agamanya-banyak
bangsa juga beragama-melainkan karena hidup sebagai insan Pancasilais, dengan
Pancasila sebagai ideologi pembentuk moralitas bangsa.
Pancasila seharusnya menentukan
perilaku penyelenggara dan warga negara. Jika perilaku negara tidak
Pancasilais, sulit mengharapkan warga Pancasilais. Dalam pasar bebas ide, warga
akan lebih tertarik dengan ideologi alternatif. Sekularisme, hedonisme,
materialisme, dan seterusnya. Sebagai ideologi tengah, Pancasila seharusnya
menjadi pembeda Indonesia, asalkan nilai-nilainya dihayati secara menyeluruh
dan konsisten. Entah sampai kapan Indonesia seperti mengelak untuk dikenal
dengan identitas tunggal-positif atau profil ambigu itu dipertahankan. Jangan
sampai muncul kesimpulan bahwa Indonesia tidak sekuler, tetapi juga tidak
religius. Tidak cukup hanya rakyat yang dituntut Pancasilais. Harus ada sanksi
tegas bagi kepemimpinan publik yang tidak Pancasila atau yang memakai rujukan
lain yang bertentangan dengan Pancasila dalam memimpin.
Dalam negara Pancasila, mestinya
kebebasan melaksanakan ibadah dihormati dan dijamin sejauh kebebasan itu tak
melanggar tertib umum. Toleransi di Indonesia tidak boleh lebih buruk daripada
di negara komunis ataupun sekuler. Hukum agama tidak boleh ditinggikan di atas
hukum sipil seharusnya bebas dari bias agama. Tidak boleh ada kelompok
minoritas yang menjadi target viktimisasi.
Dalam negara Pancasila, keadilan
sosial seharusnya menjadi cita-cita bersama. Pemerintah berdiri di garis depan
membongkar struktur-struktur yang memiskinkan rakyat. Negara menjadi regulator
yang adil bagi rakyat untuk memiliki akses kepada kekayaan negeri. Tanggung
jawab kita semualah mewujudkan negara Pancasila.
Negara Pancasila adalah Negara Kebangsaan yang Berketuhanan
Yang Maha Esa
Sesuai dengan makna negara
kebangsaan Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah kesatuan integral dalam
kehidupan bangsa dan negara. Dalam pengertian ini negara Pancasila pada
hakikatnya adalah negara Kebangsaan yang Ber-Ketuhanan yang Maha Esa. Landasan
pokok sebagai pangkal tolak paham tersebut adalah sebagai Sang Pencipta segala
sesuatu.
Setiap individu yang hidup dalam
suatu bangsa adalah makhluk Tuhan maka bangsa dan negara sebagai totalitas yang
integral adalah Berketuhanan, demikian pula warganya juga Berketuhanan Yang
Maha Esa.
Rumusan Ketuhanan yang Maha Esa
sebagaimana terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 telah memberikan sifat khas
kepada negara Kebangsaan Indonesia, yaitu bukan merupakan negara sekuler yang
memisahkan antara agama dengan negara demikian juga bukan merupakan negara
agama yaitu negara yang mendasarkan atas agama tertentu. Negara kebangsaan
Indonesia adalah negara yang mengakui Tuhan yang Maha Esa menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab, yaitu negara Kebangsaan yang Berketuhanan
yang Maha Esa.Negara tidak memaksakan agama seseorang karena agama merupakan
suatu keyakinan batin yang tercermin dalam hati sanubari dan tidak dipaksakan.
Dalam hal ini, negara menjamin kemerdekaan setiap penduduk untuk memeluk agama
dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Setiap umat
beragama memiliki kebebasan untuk menggali dan meningkatkan kehidupan
spiritualnya dalam masing-masing agama. Negara wajib memelihara budi pekerti
yang luhur dari setiap warga Negara pada umumnya dan para penyelenggara negara
khususnya, berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
·
Hakikat Ketuhanan
Yang Maha Esa
Sila
pertama Pancasila sebagai dasar filsafat negara adalah “Ketuhanan Yang Maha
Esa”. Oleh karena sebagai dasar negara maka sila tersebut merupakan sumber
nilai, dan sumber norma dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, baik yang
bersifat material dan spiritual. Masalah-masalah yang menyangkut
penyelenggaraan negara dalam arti material antara lain, bentuk negara tujuan
negara, tertib hukum, dan sistem negara. Adapun yang bersifat spiritual antara
lain moral agama dan moral penyelenggaraan negara.
Sila “ Ketuhanan Yang Maha Esa”
merupakan dasar yang memimpin cita-cita kenegaraan kita untuk menyelenggarakan
yang baik bagi masyarakat dan penyelenggara negara. Dengan dasar sila ini, maka
politik negara mendapat dasar moral yang kuat, menjadi dasar yang memimpin
kerohanian arah jalan kebenaran, keadilan, kebaikan, kejujuran dan persaudaraan.[8]
Hakikat “Ketuhana Yang Maha Esa”
secara ilmiah filosofis mengandung makna terdapat kesesuaian hubungan sebab
akibat antara Tuhan, manusia dengan Negara. Kedudukan kodrat manusia adalah
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu terdapat hubungan sebab
akibat yang langsung antara Tuhan dengan manusia karena manusia sebagai makhluk
Tuhan. Adapun hakikat Tuhan adalah “causa prima”.
·
Hubungan
Negara dengan Agama Menurut Pancasila
Menurut Pancasila, negara berdasar
atas Tuhan Yang Maha Esa atas dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab. Rumusan
yang demikian ini, menunjukkan pada kita bahwa Negara Indonesia yang
berdasarkan pancasila adalah bukan Negara sekuer yang memisahkan Negara dengan
agama, karena hal ini tercantum dalam pasal 29 ayat (1), bahwa negara berdasar
atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini berarti bahwa Negara sebagai persekutuan
hidup adalah berketuhanan yang Maha Esa.
Konsekuensinya segala aspek dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara harus sesuai dengan hakikat nilai-nilai
yang berasal dari Tuhan. Nilai-nilai yang berasal dari Tuhan yang pada
hakekatnya adalah Hukum Tuhan adalah merupakan sumber material bagi segala
norma, terutama bagi hukum positif di Indonesia.
Negara pancasila pada hakikatnya
mengatasi segala agama dan menjamin kehidupan agama dan umat beragama, karena
beragama merupakan hak asasi yang bersifat mutlak.
Pada pasal 29 ayat (2) memberikan
kebebasan kepada seluruh warga Negara untuk memeluk agama dan menjalankan
ibadah sesuai dengan keimanan dan ketaqwaan masing-masing. Negara kebangsaan
yang berketuhanan yang Maha Esa adalah Negara yang merupakan pemjelmaan dari
hakikat kodrat manusia sebagai individu makhluk, sosial dan manusia adalah
sebagai pribadi dan makhluk Tuhan yang Maha Esa.
Hubungan Negara dengan Tuhan menurut
agaman pancasila adalah sebagai berikut:
1) Negara
adalah berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa
2) Tidak tempat bagi bagi atheisme dan sekulerisme karena
hakikatnya manusia berkedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan
3) Tidak ada tempat bagi pertentangan agama, golongan agama,
antar dan antar-pemeluk agama serta antarpemeluk agama.
4) Negara pada hakekatnya adalah merupakan berkat rahmat Tuhan
Yang Maha Esa.
Negara Pancasila adalah Negara Kebangsaan yang Berkemanusiaan
yang Adil dan Beradab
Negara
adalah lembaga kemanusiaan, lembaga kemasyarakatan yang bertujuan demi
tercapainya harkat dan martabat manusia serta kesejahteraan lahir maupun batin.
Sehingga tidak mengherankan apabila manusia adalah merupakan subjek pendukung
pokok negara. Oleh karena itu negara adalah suatu negara Kebangsaan yang
Berketuhanan yang Maha Esa, dan Berkemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Negara
Pancasila sebagai negara Kebangsaan yang berkemanusiaan yang Adil dan Beradab,
mendasarkan nasionalisme (kebangsaan) berdasarkan hakikat kodrat manusia.
Kebangsaan Indonesia adalah kebangsaan yang berkemanusiaan, bukan suatu
kebangsaan yang Chauvinistie.[9]
Negara Pancasila adalah Negara Kebangsaan Yang Berkerakyatan
Negara
kebangsaan yang berkedaulatan rakyat berarti bahwa kekuasaan tertinggi adalah
di tangan rakyat yang dilaksanakan oleh MPR. Oleh karena itu negara kebangsaan
yang berkedaulatan rakyat adalah suatu negara demokrasi. Penggunaan hak-hak
demokrasi dalam negara kebangsaan, diantaranya hak-hak demokrasi yang disertai
tanggung jawab kepada Tuhan yang Maha Esa, menjunjung dan memperkokoh persatuan
dan keatuan bangsa, serta disertai dengan tujuan untuk mewujudkan sutu keadilan
sosial, yaitu suatu keadilan sosial berupa kesejahteraan dalam hidup bersama.
Demokrasi
kerakyatan mengembangkan demokrasi bersama, berdasarkan asas kekeluargaan, dan
kebebasan individu diletakkan dalam rangka tujuan atas kesejahteraan bersama-sama.
Pokok-pokok kerakyatan yang terkandung dalam sila keempat dalam penyelenggaraan
negara mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. Manusia Indonesia sebagai warga
negara dan warga masyarakat mempunyai kedudukan dan hak yang sama.
a. Dalam menggunakan hak-haknya selalu memperhatikan dan
mempertimbangkan kepentingan negara dan masyarakat.
b. Karena mempunyai kedudukan, hak serta kewajiban yang sma
maka pada dasarnya tidak dibenarkan memaksakan kehendak pada pihak lain.
c. Sebelum mengambil keputusan, terlebih dahulu diadakan
musyawarah.
d. Keputusan diusahakan ditentukan secara musyawarah.
e. Musyawarah untuk mencapai mufakat, diliputi oleh suasana dan
semangat kebersamaan.
Negara Pancasila adalah Negara Kebangsaan Yang Berkeadilan
Sosial
Negara
Pancasila adalah negara kebangsaan yang berkeadilan sosial, yang berarti bahwa
negara sebagai penjelmaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa, sifat
kodrat individu dan makhluk sosial bertujuan untuk mewujudkan suatu keadilan
dalam hidup bersama (keadilan sosial).
Sebagai
suatu negara berkeadilan sosial maka negara Indonesia bertujuan untuk
melindungi warga negaranya dan seluruh tumpah darahnya, memajukan kesejahteraan
umum, serta mencerdaskan warganya. Dalam pergaulan internasional, Indonesia
bertujuan untuk ikut menciptakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Negara
yang berkeadilan sosial harus merupakan negara yang berdasarkan hukum yang
memiliki 3 persyaratan, yaitu pengakuan dan perlindungan atas hak alam asasi
manusia, peradilan yang bebas, dan legalitas dalam arti hukum dalam segala
bentuknya.
Konsekuensi Indonesia sebagi negara
berkeadilan sosial yang berdasarkan hukum adalah harus melindungi hak-hak asasi
manusia yang tercantum dalam UUD 1945 diantaranya pasal 27, 28A-J, pasal 29,
dan Pasal 31.
2.4 PERBANDINGAN PANCASILA DENGAN
IDEOLOGI YANG LAINNYA
Ideologi
Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia berkembang melalui
proses yang cukup panjang. Pada awalnya bersumber dari nilai-nilai yang dimiliki
oleh bangsa Indonesia yaitu dalam adat istiadat, serta dalam agama-agama yang
bangsa Indonesia sebagai pandangan hidup bangsa. Oleh karena itu ideologi
Pancasila, ada pada kehidupan bangsa terlekat pada kelangsungan hidup bangsa
Indonesia.
Ideologi
Pancasila mendasarkan sifat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial, yaitu dalam ideologi Pancasila mengakui kebebasan individu. Namun dalam
hidup bersama juga harus mengakui hak dan kebebasan orang lain. Selain itu
bahwa manusia menurut Pancasila berkedudukan sebagai makhluk pribadi dan
makhluk Tuhan yang Maha Esa. Dalam hal ini nilai-nilai ketuhanan senantisa
menjiwai kehidupan manusia dalam hidup bermasyarakat. Hakikat serta
pengertiannya sebagai berikut:
1.
Paham Negara Persatuan
Hakikat
negara kesatuan adalah negara yang merupakan suatu kesatuan dari unsur-unsur
yang membentuknya, yaitu rakyat yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa,
golongan kebudayaan, dan agama; wilayah yang terdiri beribu-ribu pulau.
Pengertian Persatuan Indonesia dalam Pembukaan UUD 1945 negara yang mengatasi
segala paham golongan dan paham perseorangan. Jadi, negara persatuan bukanlah
negara yang berdasarkan pada individualisme dan golongan. Oleh karena itu,
negara persatuan adalah negara yang memiliki sifat persatuan bersama,
bedasarkan kekeluargaan serta tolong menolong atas dasar keadilan sosial.[10]
2.
Paham Negara Kebangsaan
Bangsa
merupakan suatu persekutuan hidup dalam suatu wilayah tertentu serta memiliki
tujuan tertentu (Kaelan, 2004). Sedangkan bangsa yang yang hidup dalam suatu
wilayah tertentu serta memiliki tujuan tertentu maka disebut negara. Menurut M.
Yamin, bangsa Indonesia dalam merintis terbentuknya suatu negara dalam panggung
politik internasional melalui tiga fase, yaitu zaman Sriwijaya, zaman
Majapahit, dan Nasionale Staat yaitu negara kebangsaan Indonesia Modern menurut
susunan kekeluargaan dan berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa serta
kemanusiaan.
a. Hakikat Bangsa
Pada
hakikatnya bangsa merupakan suatu penjelmaan dari sifat kodrat manusia dalam
merealisasikan harkat dan martabat kemanusiaannya. Oleh karena itu deklarasi
bangsa Indonesia dalam pembuikaan UUD 1945 dinyatakan bahwa “... kemerdekaan
adalah hak segala bangsa”. Pernyataan tesebut merupakan suatu pernyataan
universal hak kodrat manusia sebagai bangsa.
b. Teori Kebangsaan
Teori-teori kebangsaan tersebut
adalah sebagai berikut.
1)
Teori Hans Kohn
Yang
dikatakan bangsa yaitu terbentuk karena persamaan bahasa, ras, agama,
peradaban, wilayah, negara, dan kewarganegaraan.
2)
Teori Ernest Renan
Menurut
Renan pokok-pokok pikiran tentang bangsa sebagai berikut:
a) Bangsa adalah satu jiwa, suatu asas kerohanian
b) Bangsa adalah suatu solidaritas yang besar
c) Bangsa adalah suatu hasil sejarah
d) Bangsa bukan suatu yang abadi
e) Wilayah dan ras bukan penyebab timbulnya bangsa.
Faktor-faktor yang membentuk jiwa bangsa sebagai berikut:
a) Kejayaan dan kemuliaan di masa lampau
b) Keinginan hidup yang lebih baik
c) Penderitaan bersama
d) Modal sosial.
3)
Teori Gepolitik oleh Frederick
Ratzel
Teori
geopolitik merupakan teori yang mengungkapkan hubungan antara wilayah geografi
dengan bangsa. Teori tersebut menyatakan bahwa negara adalah merupakan suatu
organisme hidup.
4)
Negara kebangsaan Pancasila
Sintesa
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dituangkan dalam suatu asas kerohanian
yang merupakan suatu kepribadian serta jiwa bersama yaitu Pancasila.
Unsur-unsur pembentuk nasionalisme Indonesia adalah sebagai berikut:[11]
a) Kesatuan sejarah
b) Kesatuan nasib
c) Kesatuan kebudayaan
d) Kesatuan wilayah
e) Kesatuan asas kerohanian
3.
Paham Negara Integralistik
Bangsa
Indonesia yang membentuk suatu persekutuan hidup dengan mempersatukan
keanekaragaman yang dimilikinya dalam suatu kesatuan integral yang disebut
negara Indonesia. Paham integralistik pertama kali diusulkan oleh Soepomo pada
sidang BPUPKI yang berakar pada budaya bangsa.
Bangsa
Indonesia terdiri atas manusia-manusia sebagai individu, keluarga-keluarga,
kelompok-kelompok, golongan-golongan, suku bangsa-suku bangsa,
kelompok-kelompok yang hidup dalam suatu wilayah yang terdiri atas beribu-ribu
pulau yang memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam. Keseluruhannya itu
merupakan suatu kesatuan integral baik lahir maupun batin.
Paham
integralistik yang terkandung dalam Pancasila meletakkan asas kebersamaan
hidup, mendambakan keselarasan dalam hubungan antarindividu maupun masyarakat.
Hal ini menyatakan paham negara integralistik tidak memihak yang kuat, tidak
mengenal dominasi mayoritas dan tidak juga mengenal tirani minoritas.
Adapun
ideologi-ideologi besar lainnya di dunia yang akan dibandingkan dengan ideologi
pancasila. Antara lain yaitu, liberalisme dan kapitalisme, sosialisme dan
komunisme, serta demokrasi. Berikut penjelasannya :
A.
Kapitalisme
Dalam abad ke-18 istilah ini digunakan
secara umum dalam artian yang mengacu pada kapital produktif. Karl Marx membuat
istilah ini menjadi suatu konsep sentral yang disebutnya sebagai "cara
produksi".
Ciri-ciri sejarah kapitalisme
menurut Berger meliputi penggunaan kalkulasi rasional untuk mendapat
keuntungan. Ciri yang lain adalah penyesuaian semua alat produksi material
antara lain tanah, perkakas, mesin-mesin sebagai hak pribadi, kebebasan pasar
(kebalikan dari berbagai pembatasan yang sangat feodal pada masa prakapitalis),
teknologi rasional yang memacu aktivitas ekonomi, suatu sistem hukum yang
rasional (sehingga dapat diramalkan), buruh bebas (kebalikan dari perbudakan),
dan komersialisasi ekonomi.
Dalam catatan Berger, hubungan
antara kapitalisme dengan nilai-nilai kebudayaan (terutama nilai-nilai agama)
menjadi inti karya klasik Max Weber, The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism. la mengemukakan bahwa reformasi Protestan, tanpa disengaja, telah
mendorong timbulnya sikap-sikap yang sangat cocok bagi usaha kapitalis.
Lutherianisme memulainya dengan jalan mengubah arti "pekerjaan" dari
bersifat keagamaan menjadi keduniawian. Kalau sebelumnya seseorang mendapat
"pekerjaan" sebagai pendeta atau anggota suatu ordo kegerejaan,
sekarang setiap pekerjaan yang sah di dunia harus dianggap sebagai
"pekerjaan". Sumbangan paling menentukan bagi perkembangan
"semangat kapitalisme" kemudian datang dari Calvinisme.
Tentang periode sejarah
perkembangan kapitalisme, terutama kapitalisme industrial, secara kronologis
Dillard membaginya menjadi tiga fase perkembangan, sebagaimana diungkap oleh
Hikmat Budiman (1989).
Fase Pertama, Kapitalisme Awal (1500-1750), yakni kapitalisme yang bertumpu pada
industri sandang di Inggris selama abad XVI sampai XVIII.
Fase kedua adalah Kapitalisme Klasik (1750-1914), ketika pembangunan kapitalis
bergeser dari perdagangan ke industri. Ini adalah fase kapitalisme dengan
ideologi laissez faire, yang diturunkan dari ajaran Adam Smith. Fase klasik
kapitalisme inilah yang, sekarang lebih dikenal sebagai kapitalisme liberal.
Fase ketiga adalah apa
yang oleh Dillard disebut sebagai kapitalisme fase lanjut, yang mulai
berkembang sejak tahun 1914 dengan momentum historis perang dunia I sebagai
titik balik perkembangan sistem tersebut. Di awal abad ke-20, kapitalisme mulai
memasuki fase kapitalisasi yang tidak lagi tradisional. Fase ini juga ditandai
oleh bergesernya hegemoni kapitalisme dari Eropa ke Amerika Serikat, dan
bangkitnya perlawanan bangsa-bangsa di Asia dan Afrika terhadap kolonialisme
Eropa. Sementara itu, Revolusi Rusia tidak saja telah berhasil membongkar
lembaga utama kapitalisme yang berupa kepemilikan pribadi atas sarana produksi
di wilayah yang luas, melainkan juga keruntuhan struktur kelas sosial,
bentuk-bentuk pemerintahan tradisional, dan agama yang sebelumnya mapan. Semangat
dari revolusi kaum Boklshevik ini berhasil tampil ke depan menantang keunggulan
keunggulan organisasi ekonomi kapitalisme sebagai sebuah sistem produksi. Dan
di atas segalanya, ideologi laissez faire yang menjadi kesepakatan abad
ke-19 secara telak telah dipermalukan dan dirontokkan oleh perang dan
pengalaman pahit sesudahnya. Meskipun Dillard tidak secara eksplisit
menyebutkannya, tetapi dari uraiannya bisa disimpulkan bahwa fase inilah yang
kemudian dikenal sebagai kapitalisme monopolis.[12]
B. Liberalisme
Paham
liberalisme berkembang dari akar-akar rasionalisme, materialisme, dan
empirisme. Rasionalisme adalah paham yang meletakkan rasio sebagai sumber
kebenaran tertinggi. Materialisme adalah paham yang meletakkan materi sebgai
nilai tertinggi. Sedangkan empirisme mendasarkan atas kebenaran fakta empiris
yang meletakkan kebebasan individu sebagai nilai teringgi dalam kehidupan
masyarakat dan negara.
Liberalisme
memiliki prinsip bahwa rakyat adalah ikatan individu-individu yang bebas dan
ikatan hukumlah yang mendasari kehidupan bersama dalam negara. Kebebasan
manusia dalam realisasi demokrasi senanstiasa berdasarkan atas kebebasan
individu di atas segala-galanya. Rasio merupakan hakikat tingkatan tertinggi
dalam negara sehingga dimungkinkan kedudukannya masih lebih tinggi dari nilai
religius. Hal ini harus dipahami karena demokrasi mencakup seluruh sendi-sendi
kehidupan berbangsa dan bernegara. Atas dasar inilah perbedaan sifat serta
karakter bangsa yang sering menimbulkan gejolak dalam menerapkan demokrasi yang
hanya berdasarkan liberalisme. Indonesia sendiri pada era reformasi ini yang
tidak semua orang memahami makna demokrasi sehingga penerapannya tidak sesuai
dengan kondisi bangsa sehingga menimbulkan berbagai konflik.[13]
Jika
dibandingkan dengan ideologi Pancasila yang secara khusus norma-normanya
terdapat di dalam Undang-Undang Dasar 1945, maka dapat dikatakan bahwa hal-hal
yang terdapat di dalam Liberalisme terdapat di dalam pasal-pasal UUD 1945,
tetapi Pancasila menolak Liberalisme sebagai ideologi yang bersifat
absolutisasi dan determinisme. Liberalisme merupakan paham yang memberikan
penekanan kebebasan individu sehingga kesejahteraan bukan menjadi tanggung
jawab negara.
Hubungan
Negara dengan Agama Menurut Paham Liberalisme
Negara
memberi kebebasan kepada warga negara untuk memeluk agama dan menjalankan
ibadah sesuai dengan agamanya masing-masing. Namun dalam negara liberal juga
diberi kebebasan untuk tidak percaya kepada Tuhan (atheis) bahkan negara
liberal memberi kebebasan warganya untuk menilai dan mengkritik Tuhannya.
Karena menurut liberal bahwa kebenaran individu adalah sumber kebenaran
tertinggi.
Nilai-nilai
agama dalam negara dipisahkan dan dibedakan dengan negara, keputusan, dan
ketentuan kenegaraan terutama peraturan perundang-undangan walaupun ketentuan
tersebut bertentangan dengan norma-norma agama. Misalnya UU Aborsi di Irlandia
tetap diberlakukan walaupun ditentang oleh Gereja dan agama lain (Kaelan,
2004). Berdasarkan pandangan filosofis tersebut hampir dapat dipastikan bahwa
dalam sistem negara liberal membedakan dan memisahkan antara negara dengan
agama atau yang bersifat sekuler.
Paradigma
Liberalisme Kapitalis
Manusia
ingin hidup bebas (liberal), maka pengawasan manusia atas manusia
haruslah dikurangi. Sehingga protes menyuarakan hidup dan kehidupan
dilontarkan. Contohnya kebebasan berpendapat, bergaul, beragama, berpikir,
menulis, mencari nafkah, berkumpul, dan eksistensi. Kelompok liberalis
menganggap bahwa penertiban dan peraturan kurang manusiawi dan terlalu
sentralistis, tidak demokratis, privasi, dan hak asasi manusia. Sehingga lebih
jauh mereka menuntut hal-hal berikut:
a.
Mengumpulkan kekayaan secara bebas
b.
Persaingan bebas dalam berpolitik
c.
Pasar bebas dalam perdagangan
d.
Kehidupan bebas dalam pergaulan
e.
Pemerintahan yang bebas.
Dari
prinsip inilah menyebabkan pemerintahan liberal melahirkan sebuah kebebasan
yang tak terbatas, sehingga tindak asusila tidak jarang untuk ditemui di
pemerintahan seperti ini. Baik itu kaum homosex (pasangan sejenis) yang
lazim di istilahkan sepasang pengantin berdasi, tidak hanya itu lebih jauh
ditemukan banyaknya pembuatan film cabul, pelacuran terang-terangan, penjualan
senjata api dan kebebasan memilikinya, perjudian resmi yang dilindungi oleh
negara dan merupakan salah satu pemasukan negara.
Kapitalis
lahir dari prinsip fundamental (dasar) yang dikembangkan oleh pemilik
modal dalam berdagang. Akibatnya timbul keuntungan tanpa batas dan bersaing
secara bebas serta menguasai alat produksi masyarakat misalnya :
a.
Menumpuk barang dan jasa
b.
Pemilikan modal untuk segala jenis perdagangan
c.
Produksi besar-besaran dengan mesin modern
d.
Eksploitasi tenaga manusia dan sumber alam
Inilah
kemudian disebutkan oleh Francis Fukuyama bahwa pada akhir kehidupan pun
diperlukan kapitalisme liberal walaupun manusia tinggal satu orang (the end
of history and the last man).
C. Komunisme
Pada awalnya,
sosialisme dan komunisme mempunyai arti yang sama, tetapi akhirnya komunisme
lebih dipakai untuk aliran sosialis yang lebih radikal. Kaum komunis modern
menganggap dirinya sebagai ahli waris teori Marxis sebagaimana yang tertera
dalam Manifesto Komunis oleh Marx dan Engels. Marxisme menganggap pengawasan alat produksi tidak
saja sebagai kunci kekuasaan ekonomi, tetapi juga kunci kekuasaan politik dalam
Negara. Istilah komunisme sering dicampuradukkan dengan Marxisme. Komunisme
adalah ideologi yang digunakan partai komunis di seluruh
dunia. Racikan ideologi ini berasal dari pemikiran Lenin sehingga
dapat pula disebut "Marxisme-Leninisme". Dalam komunisme perubahan
sosial harus dimulai dari peran Partai Komunis. Logika secara ringkasnya, perubahan
sosial dimulai dari buruh, namun pengorganisasian Buruh hanya
dapat berhasil jika bernaung di bawah dominasi partai. Partai membutuhkan peran
Politbiro sebagai think-tank. Dapat diringkas perubahan sosial hanya
bisa berhasil jika dicetuskan oleh Politbiro.
Ideologi Marxisme-Leninisme meliputi
ajaran dan paham tentang (a) hakikat realitas alam berupa ajaran materialisme
dialektis dan ateisme; (b) ajaran makna sejarah sebagai materialisme historis;
(c) norma-norma rigid bagaimana masyarakat harus ditata, bahkan tentang
bagaimana individu harus hidup; dan (d) legitimasi monopoli kekuasaan oleh
sekelompok orang atas nama kaum proletar.[14]
Komunisme sebagai anti kapitalisme
menggunakan sistem sosialisme sebagai alat kekuasaan, dimana
kepemilikan modal atas individu sangat dibatasi. Prinsip semua adalah milik
rakyat dan dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat secara merata.
Komunisme sangat membatasi demokrasi pada
rakyatnya, dan karenanya komunisme juga disebut anti liberalisme.
Ciri-ciri inti masyarakat komunisme
adalah penghapusan hak milik pribadi atas alat-alat produksi, penghapusan
adanya kelas-kelas sosial, menghilangnya negara, penghapusan pembagian kerja.
Kelas-kelas tidak perlu dihapus secara khusus sesudah kelas kapitalis
ditiadakan; karena kapitalisme sendiri sudah menghapus semua kelas, sehingga
tinggal kelas proletariat. Itulah sebabnya, revolusi sosialis tidak akan
menghasilkan masyarakat dengan kelas atas dan kelas bawah lagi.
Secara umum komunisme sangat
membatasi agama pada rakyatnya, dengan prinsip agama adalah racun yang
membatasi rakyatnya dari pemikiran yang rasional dan nyata.
Komunisme
sebagai anti Kapitalisme menggunakan sistem Sosialisme sebagai alat kekuasaan sebagai
prinsip semua adalah milik rakyat dan dikuasai oleh negara untuk kemakmuran
rakyat secara merata. Komunisme sangat membatasi demokrasi pada rakyatnya
sehingga Komunisme juga disebut anti Liberalisme.
Dalam
Komunisme perubahan sosial harus dimulai dari peran Partai Komunis. Jadi
perubahan sosial dimulai dari buruh, namun pengorganisasian buruh hanya
dapat berhasil jika bernaung di bawah dominasi partai.
Ideologi
komunisme mendasarkan pada suatu keyakinan bahwa manusia pada hakikatnya adalah
hanya makhluk sosial saja. Hak milik pribadi tidak ada karena hal ini
menimbulkan kapitalisme yang akan menimbulkan penindasan terhadap rakyat kecil.
Etika idiologi komunisme mendasarkan suatu kebaikan hanya pada kepentingan demi
keuntungan kelas masyarakrat secara totalitas. Atas dasar inilah inilah
komunisme mendasarkan moralnya pada kebaikan yang relatif demi keuntungan
kelasnya. Oleh karena itu, segala cara dihalalkan. Hak asasi manusia dalam
negara hanya berpusat pada hak kolektif sehingga hak individu pada hakikatnya
tidak ada. Atas dasar inilah komunisme adalah anti demokrasi dan hak asasi manusia.[15]
Hubungan
Negara dengan Agama Menurut Paham Komunisme
Komunisme
berpaham atheis karena manusia ditentukan oleh diri sendiri. Agama menurut
komunis adalah suatu kesadaran diri bagi manusia yang kemudian menghasilkan.
Agama menurut komunisme adalah realisasi fanatis makhluk manusia, agama adalah
keluhan makhluk tertindas. Negara yang berpaham komunisme adalah bersifat
atheis bahkan melarang dan menekan kehidupan agama. Nilai tertinggi dalam
negara adalah materi sehingga manusia ditentukan materi.
D. Sosialisme
Sosialisme
merupakan ideologi yang lebih mengedepankan persamaan atau pemerataan derajat
antar masyarakatnya. Ideologi Sosialisme berpandangan bahwa manusia tidak dapat
hidup sendiri – sendiri. Kerja sama atau gotong royong akan membuat kehidupan
dalam bermasyarakat menjadi lebih baik.
Sosialisme adalah sebuah istilah umum untuk semua
doktrin ekonomi yang menentang kemutlakan milik perseorangan dan menyokong
pemakaian milik tersebut untuk kesejahteraan umum.
Sosialisme
mencita-citakan sebuah masyarakat yang didalamnya semua orang hidup dan dapat
bekerja sama dalam kebebasan dan solidaritas dengan hak-hak, yang sama.
Tujuannya ialah mengorganisir buruh dan menjamin pembagian merata hasil-hasil
yang dicapai, memberikan ketenteraman dan kesempatan bagi semua orang.
Istilah sosialis menunjuk pada doktrin yang didirikan
pada ekonomi kolektivisme. Dasar sosialisme ada dua. Pertama, kontrol
kolektiv atas sekurangkurangnya alat-alat produksi. Kedua, perluasan
dari fungsi dan aktivitas negara. Pada masyarakat sosialis, suatu komunitas
yang terorganisir memiliki wewenang untuk mengelola secara mandiri tanah,
modal, mekanisme produksi; termasuk juga dalam hal pendistribusian barang dan
hal-hal lain yang dianggap perlu bagi tercapainya kesejahteraan umum.
Sosialisme sering dikatakan sebagai antitesa kapitalisme,
yang tingkah laku ekonomi dikuasai oleh kepentingan untuk memperoleh keuntungan
maksimal lewat persaingan bebas, sistem pasar, dan harga. Sosialisme
merencanakan masyarakat berdasarkan dorongan kerjasama ketika tidak terdapat
hak milik perseorangan; dan meleburnya kelas kaya dan miskin, majikan dan
buruh: Sosialisme mencita-citakan sebuah masyarakat yang didalamnya semua orang
hidup dan dapat bekerja sama dalam kebebasan dan solidaritas dengan hak-hak,
yang sama. Tujuannya ialah mengorganisir buruh dan menjamin pembagian merata
hasil-hasil yang dicapai, memberikan ketenteraman dan kesempatan bagi semua
orang.[16]
Paradigma
Sosial Komunis
Paradigma
ini muncul untuk menentang kekuasaan para pemodal (kapital) yang
bertujuan untuk mengantisipasi perbedaan kelas dalam masyarakat dan memotong
jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Intinya menyamaratakan penghasilan
perekonomian dalam hal penghasilan upah dengan kontrol pemerintah, namun untuk
mencapai hal tersebut alat produksi harus dikuasai oleh pemerintah dengan
kontrol yang sangat ketat.
Namun
tidak menutup kemungkinan adanya kekakuan pengaturan yang akan muncul dimana
yang tidak bekerja tidak mendapat upah yang layak, sebaliknya kenaikan upah
tidak dapat dituntut, begitu juga perbaikan jaminan lainnya. Bahkan kemungkinan
terburuknya adalah demonstrasi buruh dan pemogokan massal akan meningkat.
Dapat
disimpulkan bahwa faham sosialisme ini berupa :
a. Semua orang bersaudara
b. Pengaturan yang sama rasa sama rata
c. Perbedaan kelas si kaya dan si miskin dihapuskan
d. Kaum buruh tani dikelola oleh partai sosialis.
a. Semua orang bersaudara
b. Pengaturan yang sama rasa sama rata
c. Perbedaan kelas si kaya dan si miskin dihapuskan
d. Kaum buruh tani dikelola oleh partai sosialis.
Komunisme adalah tindak lanjut dari ekstrim sosialisme,
lebih kepada upaya antisipasi persaingan bebas ekonomi antara kelas borjuis
(kelas atas) dan kelas proletar (kelas menengah kebawah). Karl
Marx sebagai pencetus mengemukakan antisipasinya melalui keadilan struktur
sosial yang antikelas sebagai berikut :
a. Hak Milik Pribadi dihapuskan
b. Negara memprogram nasib kaum proletar
c. Negara dikuasai partai tunggal sosial komunis.
a. Hak Milik Pribadi dihapuskan
b. Negara memprogram nasib kaum proletar
c. Negara dikuasai partai tunggal sosial komunis.
E.
Demokrasi Pancasila
Secara etimologi pengertian
demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yakni “demos” yang artinya rakyat dan
“kratos/kratein” artinya kekuasaan/ berkuasa. Jadi demokrasi adalah kekuasaan
ada ditangan rakyat. Dalam hal ini demokrasi berasal dari pengertian bahwa
kekuasaan ada di tangan rakyat. Maksudnya kekuasaan yang baik adalah kekuasaan
yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Perilaku demokrasi
dalam kehidupan sehari-hari, yaitu :
1) Menjunjung tinggi persamaan,
2) Menjaga keseimbangan antara hak
dan kewajiban,
3) Membudayakan sikap bijak dan
adil,
4) Membiasakan musyawarah mufakat dalam
mengambil keputusan, dan
5) Mengutamakan persatuan dan
kesatuan nasional.
Demokrasi Pancasila adalah paham
demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan filsafat bangsa Indonesia yang
perwujudannya seperti tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.
Dasar Demokrasi Pancasila yaitu : Kedaulatan
Rakyat (Pembukaan UUD ‘45) Negara yang berkedaulatan - Pasal 1 ayat (2) UUD
1945. Sedangkan makna Demokrasi
Pancasila yaitu : Keikutsertaan
rakyat kehidupan bermasyarakat dan kehidupan bernegara ditentukan peraturan
perundang-undangan.
Di Indonesia, Demokrasi Pancasila
berlaku semenjak Orde Baru. Demokrasi pancasila dijiwai, disemangati dan didasari
nilai-nilai pancasila. Dalam demokrasi Pancasila Rakyat adalah Subjek
demokrasi, yaitu rakyat sebagai keseluruhan berhak ikut serta aktif
“menentukan” keinginan-keinginan dan juga sebagai pelaksana dari
keinginan-keinginan itu. Keinginan rakyat tersebut disalurkan melalui
lembaga-lembaga perwakilan yang ada yang dibentuk melalui Pemilihan Umum.
Di samping itu perlu juga kita
pahami bahwa demokrasi Pancasila dilaksanakan dengan bertumpu pada:
a) demokrasi yang berdasarkan pada
Ketuhanan Yang Maha Esa;
b) menjunjung tinggi hak-hak asasi
manusia;
c) berkedaulatan rakyat;
d) didukung oleh kecerdasan warga
negara;
e) sistem pemisahan kekuasaan
negara;
f) menjamin otonomi daerah;
g) demokrasi yang menerapkan prinsip
rule of law;
h) sistem peradilan yang merdeka,
bebas dan tidak memihak;
i) mengusahakan kesejahteraan rakyat;
dan
j) berkeadilan sosial.
Prinsip pokok Demokrasi Pancasila
adalah sebagai berikut:
Pemerintahan berdasarkan hukum, dalam
penjelasan UUD 1945 dikatakan
bahwa Indonesia ialah negara berdasarkan hukum (rechtstaat)
dan tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat), pemerintah
berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme
(kekuasaan tidak terbatas).
Kekuasaan yang tertinggi berada di tangan MPR. Perlindungan terhadap hak
asasi manusia,
Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah, peradilan yang merdeka,
berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan badan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh Presiden, BPK, DPR, DPA atau lainnya adanya partai politik dan organisasi sosial politik,
karena berfungsi “Untuk menyalurkan aspirasi rakyat” pelaksanaan Pemilihan Umum; Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR (pasal 1 ayat 2 UUD 1945), Keseimbangan antara hak dan kewajiban, Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain, menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita Nasional.
Fungsi Demokrasi Pancasila adalah:
Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah, peradilan yang merdeka,
berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan badan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lain contoh Presiden, BPK, DPR, DPA atau lainnya adanya partai politik dan organisasi sosial politik,
karena berfungsi “Untuk menyalurkan aspirasi rakyat” pelaksanaan Pemilihan Umum; Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR (pasal 1 ayat 2 UUD 1945), Keseimbangan antara hak dan kewajiban, Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain, menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita Nasional.
Fungsi Demokrasi Pancasila adalah:
1.
Menjamin adanya keikutsertaan rakyat
dalam kehidupan bernegara Contohnya: a. ikut mensukseskan Pemilu; b. ikut
mensukseskan Pembangunan; c. ikut duduk dalam badan perwakilan/permusyawaratan.
2.
Menjamin tetap tegaknya negara RI,
3.
Menjamin tetap tegaknya negara
kesatuan RI yang mempergunakan sistem konstitusional,
4.
Menjamin tetap tegaknya hukum yang
bersumber pada Pancasila,
5.
Menjamin adanya hubungan yang
selaras, serasi dan seimbang antara lembaga negara,
6.
Menjamin adanya pemerintahan yang
bertanggung jawab, Contohnya: a. Presiden adalah Mandataris MPR, b. Presiden
bertanggung jawab kepada MPR.
Tujuan Demokrasi Pancasila adalah untuk menetapkan bagaimana bangsa Indonesia mengatur hidup dan sikap berdemokrasi seharusnya.
Tujuan Demokrasi Pancasila adalah untuk menetapkan bagaimana bangsa Indonesia mengatur hidup dan sikap berdemokrasi seharusnya.
Bagi bangsa Indonesia dalam berdemokrasi harus sesuai
dengan Pancasila karena:
1. sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia;
2. meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME;
3. lebih menghargai hak asasi manusia;
4. menjamin kelangsungan hidup bangsa;
5. mewujudkan masyarakat Indonesia yang demokrasi dan keadilan sosial.[17]
1. sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia;
2. meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME;
3. lebih menghargai hak asasi manusia;
4. menjamin kelangsungan hidup bangsa;
5. mewujudkan masyarakat Indonesia yang demokrasi dan keadilan sosial.[17]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut dapat
disimpulkan bahwa Pancasila adalah bagian dari Ideologi bangsa yang diangkat
dari nilai – nilai adat istiadat kebudayaan serta nilai religius yang terdapat
dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia. Ideologi dapat diartikan sebagai
suatu gagasan dan buah pikiran yang dikembangkan secara keseluruhan yang
tersusun secara sistematis untuk mewujudkan tujuan dan cita- cita suatu Negara.
Pancasila sebagai Ideologi bangsa menunjukkan adanya keseimbangan ide dan
gagasan serta tidak bersifat absolute dalam memandang manusia dan kehidupan bernegara,
sedangkan Liberalisme, Komunisme lebih bersifat mutlak atau totaliter. Keduanya
juga cenderung menutup mata akan adanya dampak individualisme dan persaingan.
Selain itu, jika dibandingkan dengan Pancasila, Sosialisme sering dikatakan
sebagai antitesa Kapitalisme, yang tingkah laku ekonomi dikuasai oleh
kepentingan untuk memperoleh keuntungan maksimal lewat persaingan bebas, sistem
pasar, dan harga.
B. Saran
Pancasila
sebagaimana kita yakini merupakan jiwa, kepribadian dan pandangan hidup bangsa Indonesia.
Kerena Pancasila merupakan ideologi dari negeri kita. Dengan adanya persatuan
dan kesatuan tersebut jelas mendorong usaha dalam menegakkan dan memperjuangkan
kemerdekaan. Ini membuktikan dan meyakinkan tentang Pancasila sebagai suatu
yang harus kita yakini karena cocok bagi bangsa Indonesia.
Jadi,
Indonesia saat ini sangat membutuhkan sebuah idiologi dalam menjalankan
pemerintahan ini ke depan. Tidak lain ideologi itu adalah Pancasila. Sebelumnya
melangkah lebih jauh, sangat perlu kita memahami apa arti dari ideologi dan apa
itu Pancasila sebenarnya.
HASIL DISKUSI
·
Power
Point
·
Pertanyaan
Dan Jawaban
1.
Pertanyaan
Dari Kelompok 1 :
Apa maksud
dari hak milik pribadi atas alat-alat produksi dan menghilangnya negara (dari
slide komunisme). Jelaskan menurut bahasa Anda sendiri !
Jawab :
Maksudnya
hak milik pribadi ini, dalam paham komunis itu dihapuskan dan dianggap semua
alat-alat produksi (misalnya tanah) adalah milik negara dan untuk kesejahteraan
rakyatnya. Dan arti dari kalimat menghilangnya negara yang dimaksud yaitu
menghilangnya negara demokrasi.
2.
Pertanyaan
Dari Kelompok 2 :
Dari slide
terakhir, berikan penjelasan bahwa negara Indonesia bukanlah negara agama, dan
juga Indonesia bukan negara sekuler ! Serta berikan implementasi dari
penjelasan tersebut !
Jawab :
Maksud
dari negara sekuler yaitu dimana sebuah negara menjadi netral terhadap
permasalahan agama. Dan seperti kita tahu, di Indonesia ini semua agama
memiliki aturan sendiri terhadap suatu permasalahan dan untuk pencapain dunia
akhirat pun sama pentingnya. Dimaksud bukan negara agama yakni sebagian besar
peraturan yang ada dalam negara Indonesia tidak dititik beratkan dengan aturan
agama. Hal ini disebabkan karena dalam negara Indonesia agamanya bukan hanya
satu, melainkan banyak agama yang ada dalam negara Indonesia.
3.
Pertanyaan
Dari Kelompok 3 :
Sebutkan
contoh nyata dari dimensi-dimensi pancasila !
Jawab :
Pertama,
dimensi realitis maksudnya yaitu nilai-nilai dari pancasila bersumber dari
kenyataan yang ada dalam masyarakatnya. Contohnya dalam sila pertama pancasila
yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”, dalam kenyataannya semua masyarakat
Indonesia memeluk agamanya masing-masing.
Kedua, dimensi idealisme yaitu nilai-nilai yang ada
dalam pancasila akan memberikan harapan dan cita-cita yang baik untuk masa
depan bangsa. Seperti yang kita tahu dalam kelima sila pancasila jika semua
nilainya itu dapat kita terapkan dengan baik, maka dapat membentuk masa depan
bangsa yang baik.
Ketiga,
dimensi fleksibilitas yaitu nilai-nilai dalam pancasila dapan mengikuti dan dapat menyesuaikan dengan perkembangan
zaman tanpa menghilangkan nilai dasar yang ada dalam pancasila itu sendiri.
Misalnya saja, cara seseorang dalam beribadah pasti akan berbeda dengan orang
lain, akan tetapi tujuannya sama yaitu beribadah.
4.
Pertanyaan
Dari Kelompok 5 :
Coba
jelaskan mengapa asas komunisme berasal dari sosialisme, padahal sosialisme itu
kan baik dan berubah menjadi komunisme yang kurang baik, apanya yang melenceng
dari hal tersebut ?
Jawab :
Komunisme
lahir dari paham sosialis dapat dilihat dari persamaannya yaitu persamaan kelasnya.
Dan sebenarnya paham komunis bukan kurang baik, tetapi dalam setiap ideologi
pasti memiliki kelebihan serta kekurangan dari ideologi tersebut. Dan yang
melenceng itu merupakan tujuan dari ideologi komunis itu sendiri sehingga hanya
dapat dilihat kalau paham komunis itu paham kurang baik.
5.
Pertanyaan
Dari Kelompok 6 :
Apakah di
Indonesia menggunakan satu ideologi murni ? jelaskan !
Jawab :
Iya,
karena ideologi di Indonesia hanya pancasila yang nilai-nilai didalamnya itu
bersumber dari kepribadian dari masyarakat negara itu sendiri dan telah menjadi
kesepakatan bersama untuk mencapai cita-cita negara tersebut. Sehingga benar
dikatakan kalau di Indonesia ini menggunakan satu ideologi murni.
6.
Pertanyaan
Dari Kelompok 7 :
Saat ini
sering muncul ideologi-ideologi yang menentang pancasila dari sistem
pemerintahan Indonesia. Dan bagaimana menurut kelompok anda cara untuk
menanggulangi hal itu ?
Jawab :
Ideologi
yang muncul dan menentang pancasila misalnya ideologi liberal dalam bidang
ekonomi, dimana ekonomi liberal ini akan mematikan kehidupan ekonomi masyarakat
kecil. Dan cara menanggulanginya yaitu pemerintah masih perlu dan memikirkan
strategi apa saja yang harus dilakukan dalam menangani ekonomi masyarakat ,
sehingga dapat mengatasi kemiskinan yang sedang melanda Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Purwastuti, L. Andriani.2002.Pendidikan
Pancasila.Yogyakarta : UNY Press
Kaelan, 2004, Pendidikan Kewarganegaraan, Yogyakarta : Paradigma
Setiadi, Elly M. 2003.Pendidikan
Pancasila. Jakarta : Gramedia
[1]
Purwastuti, L.Andriani, 2002, Pendidikan Pancasila
[2]
Kaelan, 2004, hal.30
[3]
http://sundaygeometriideology.blogspot.com/
[4]
Setiadi, Elly M. 2003, Pendidikan Pancasila
[5]
http://thedarkancokullujaba.blogspot.com/2012/09/ideologi-pancasila.html
[6]
http://id.wikipedia.org/wiki/Rumusan-rumusan_Pancasila
[7]
http://www.pdiperjuangan-jatim.org/v03/index.php?mod=berita&id=4809
[8]
Kaelan, 2004, hal:134
[9]
Kaelan, 2004, hal:139
[10]
Kaelan, 2004
[11]
http://pancasilagunadarma.blogspot.com/2012/11/pengertian-asal-mula-pancasila.html
[12]
http://fardanharisramadhany.blogspot.com/2009/09/perbedaan-ideologi-pancasila-dengan.html
[13]
Kaelan, 2004
[14]
http://fardanharisramadhany.blogspot.com/2009/09/perbedaan-ideologi-pancasila-dengan.html
[15]
Kaelan, 2004
[16]
http://fardanharisramadhany.blogspot.com/2009/09/perbedaan-ideologi-pancasila-dengan.html
[17]
http://rifkiputra1991.blogspot.com/2010/03/menjelaskan-perbedaan-antara-demokrasi.html